Bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, NTT, Orient P. Riwu Kore, ternyata warga negara AS alias kewarganegaraan ganda dengan WNI. Ia berpasangan dengan Thobias Uly yang diusung PDIP, Demokrat dan Gerindra.
Anggota Komisi I F-Golkar, Christina Aryani, menilai kasus Orient menegaskan pentingnya sinergi data antarlembaga. Dalam hal ini, Orient diketahui WNA atas konfirmasi Kedubes AS kepada Bawaslu. Sementara KPU merujuk pada data e-KTP semata.
“Saya melihat selain soal syarat administrasi kepemiluan yang saat ini sedang ditangani KPU, Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri, kasus Orient ini makin memperjelas betapa pentingnya sinergi data dan pengaturan soal kewarganegaraan ganda bagi Pemerintah,” kata Christina, Jumat (5/2).
Dipaparkan Christina, Pasal 23 UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan telah mengatur hal-hal yang menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.
“Antara lain yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan negara lain atas kemauannya sendiri, atau memiliki paspor negara asing atas namanya,” beber Christina.
Lebih lanjut, menurut Christina, kejadian di NTT bukan hal baru dan masih banyak WNI di luar negeri yang saat ini telah memiliki kewarganegaraan lain namun masih terdata sebagai WNI.
“Problem ini banyak mengemuka saat dilakukan pendataan ulang WNI untuk keperluan pemilu tahun 2019 lalu di Belanda,” urai Christina.
Mengingat kasus Orient ramai, Komisi I, lanjut Christina, sudah pernah mengangkat urgensi pemutakhiran data dan sinergi data WNI di luar negeri dengan data Dukcapil.
“Dalam rapat kerja awal Februari ini, Menteri Luar Negeri juga telah memasukkan program penguatan sistem pendataan secara serempak di 129 perwakilan di luar negeri sebagai salah satu prioritas kerja tahun 2021. Sejatinya sistem pendataan yang akurat juga akan menyediakan perbaikan infrastruktur pelindungan WNI kita di luar negeri. Tentunya salah satu harapan kami, kasus seperti Orient ini tidak akan kita temukan lagi,” tandas Christina.
Source: kumparan.com